Artikel Seismikers







"YOUNG ENTREPRENEUR ", ALTERNATIF MEMBANGUNAN EKONOMI BANGSA


Oleh : Andreas Rengga Permana - FEB 2008


28 Oktober 2011


            Wirausahawan (entrepreneur), dimana sebagian masyarakat mendefinisikannya sebagai seseorang yang memiliki pekerjaan informal. Padahal pada hakekatnya, wirausahawan (entrepreneur) merupakanan seseorang yang memiliki kemampuan dalam melihat dan menilai sebuah peluang (opportunity), mengumpulkan sumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat, serta mengambil manfaat / keuntungan guna mencapai sebuah kesuksesan. Dalam menilai peluang, mengumpulkan sumber daya, dan pengambilan keuntungan guna pencapaian kesuksesan, wirausahawan tidak hanya cukup berdasar pada bakat yang dimiliki, tetapi juga harus memiliki pengetahuan yang lengkap atas segala aspek usaha yang digeluti. Karena hal ini didasarkan pada tugas dari seorang wirausaha yang sangat banyak, seperti making decision, kepemimpinan teknis, kepemimpinan organisatoris dan komersil, penyedia modal, dan lain- lain.
            Di Indonesia, jumlah wirausahawan sekitar  400.000 pelaku usaha mandiri. Apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk indonesia sekitar 237,641,326 jiwa (BPS,Sensus 2010), maka jumlah wirausahawan hanya sekitar 0,17% dari jumlah penduduk. Padahal menurut Ir Ciputra pendiri University  of Ciputra Entrepeneurship Center (UCEC), “suatu bangsa akan maju bila memiliki jumlah entrepreneur (wirausahawan) minimal 2 persen dari total jumlah penduduk”. Oleh karena itu, jumlah pelaku usaha mandiri di Indonesia sangatlah memprihatinkan apabila bertolak pada potensi sumber daya yang dimiliki begitu besar dari alam dan beberapa resourse memiliki keunggulan kompetitif. Dengan berbagai kekayaan yang dimiliki tersebut dan pembangunan kualitas dan kuantitas enterpreneur, Indonesia diprediksi mampu menjadi pemain handal dalam dunia usaha Internasional.
            Akan tetapi, pembangunan sektor kewirausahaan belum menjadi garapan serius bagi pemerintah. Padahal apabila melihat tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia pada Februari 2011 yang mencapai 6,80 persen, sektor wirausaha dapat dijadikan sebagai alternatif usaha dalam  mengentaskan permasalahan makro ekonomi tersebut. Selain itu, dalam lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia hanya berfokus pada penciptaan tenaga kerja, bukan sebagai pelaku wirausaha itu sendiri. Sehingga setiap tahunnya didapatkan lulusan perguruan tinggi di Indonesia yang pengangguran kurang lebih sekitar 750 sarjana. Oleh karenanya, ke depan setiap perguruan tinggi di Indonesia memiliki tantangan dalam melahirkan wirausahawan-wirausahawan muda.
            Selain dari lingkungan pendidikan, lembaga-lembaga pemerintah atau swasta sebagai wadah dari wirausaha muda juga harus berbenah. Lembaga / organisasi tersebut tidak hanya fokus dalam pengusaha dalam skala besar atau hanya mendorong terlahirnya pengusaha kaya dengan permodalan tinggi saja, tetapi juga dapat mewadahi usaha mikro yang notabene merupakan jangkauan usaha dari generasi muda dalam memulai usaha. Sehingga, generasi muda dapat memiliki wadah dalam meningkatkan wawasan, pengetahuan, serta bimbingan kewirausahaan.
            Dan dalam tingkatan makro, usaha mikro dapat memperkuat ketahanan perekonomian bangsa terhadap dampak krisis global. Sebagaimana mengacu pada pengalaman tahun 2008 bahwa perekonomian Indonesia tidak mendapatkan dampak yang signifikan dari krisis global. Hal tersebut salah satunya dikarenakan pada ketahanan dari usaha sektor menengah, kecil dan mikro (UMKM). Selain itu, dalam entitas usaha nasional yang ada, hampir sekitar 95% merupakan usaha yang bergerak disektor mikro, kecil dan menengah. Hal tersebut merupakan sebuah dukungan potensi yang besar bagi Indonesia dalam melahirkan wirausaha-wirausaha baru.
            Apabila dilihat dari bidang kependudukan, generasi muda Indonesia usia 17-24 tahun sekitar 25 juta jiwa (BPS,2010) merupakan sebuah modal dan potensi besar bagi indonesia. Apabila dengan kuantitas generasi muda sebesar itu diarahkan ke dalam pembangunan wiarausaha muda, maka perekonomian indonesia akan semakin kuat. Misalnya, apabila sekitar 0,4% dari total penduduk usia 17-24 membuka usaha baru, maka kuantitas wirausahawan di Indonesia akan meningkat dari 0,17% menjadi 2 % dari jumlah penduduk Indonesia. Hal tersebut dapat dijadikan indikator bahwa pembangunan ekonomi Indonesia mengarah pada batas minimal untuk menjadi negara maju.
            Oleh karena itu, sudah saatnya pemerintah dan swasta memperhatikan potensi-potensi besar yang ada tersebut. Terutama pemerintah yang tidak hanya fokus pada pembangunan sektor usaha besar dan investasi dari pemodal asing. Tetapi juga memperhatikan sektor garapan baru yang mengoptimalkan penggunaan sumber daya dalam negeri dan membanguanan generasi muda yang mandiri. Dan dalam lembaga pendidikan yang ada, sudah saatnya juga diarahkan pada “entrepreneur education” guna menumbuhkembangkan wirausahawan muda berprestasi. Pembangunan ekonomi secara komprehensif dengan melibatkan seluruh elemen bangsa, terutama generasi muda, merupakan sebuah ”golden way” bagi bangsa Indonesia. (Atha)

***********************************************************


INTERPROFFESIONAL EDUCATION - PERUBAHAN SISTEM KESEHATAN DI INDONESIA DEMI MENCAPAI MASA DEPAN YANG LEBIH CERAH
oleh : Ricardo Adrian Nugraha - FK 2010
28 Oktober 2010


Kesehatan merupakan masalah vital bagi umat manusia. Sebagaimana telah kita ketahui, manusia mempunyai 5 jenis kebutuhan pokok, yakni sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan. Hal ini berarti bahwa kesehatan sudah mendapatkan prioritas dalam upaya pemenuhan kebutuhannya. Buktinya, banyak orang di negara manapun rela menghabiskan banyak uangnya untuk sekadar memeriksakan kesehatan di dokter/rumah sakit ternama yang membutuhkan biaya jutaan, membeli obat-obtan/vitamin agar dapat mengobati penyakitnya maupun menjaga kesehatannya, dan berbagai macam upaya lainnya. Banyak masyarakat yang berobat tentu memberikan dampak positif bagi kemajuan dunia kesehatan. Hal ini nampak dengan semakin maraknya pengembangan kemampuan dan aneka penelitian mutakhir dalam dunia medis, khususnya dunia kedokteran dalam rangka kesejahteraan manusia. Selain itu, dengan semakin meningkatnya fenomena seperti ini akan dapat membantu keberlangsungan rumah sakit dan institusi kesehatan di suatu wilayah, dan mampu memberikan dampak kesejahteraan bagi masyarakart lainnya yang tak mampu dengan berbagai macam subsidi silang yang diatur oleh pemerintah.

Hal semacam ini positif dalam dunia kesehatan di Indonesia, karena tingginya kesenjangan sosial-ekonomi yang membawa dampak ketidakmerataan fasilitas pelayanan kesehatan, khususnya bagi warga yang tidak mampu dan warga di daerah terpencil. Namun, dalam pelaksanaanya, subsidi silang sering mengalami kendala. Salah satu faktor yang cukup signifikan dalam menyebabkan masih belum ter-cover-nya fasilitas kesehatan bagi warga yang kurang mampu adalah dengan liberalisasi dunia kesehatan, dengan maraknya dokter dan tenaga paramedis asing yang hijrah ke Indonesia, bersaing dengan putra-putri bangsa yang bekerja dalam dunia medis, dalam meraih sesuap nasi dan seteguk air. Hal ini memang tak bisa dipungkiri mengingat kemajuan era globalisasi, semakin menuntut negara dan pemerintahnya untuk membuka pasar bebas agar dapat bersaing dan tidak kalah dari negara lain. Namun, yang harus diingat adalah sektor pendidikan dan kesehatan sebagai sektor yang menguasai hajat hidup orang banyak tetap tidak boleh dibiarkan bebas sebebas-bebasnya karena hal ini berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat Indonesia sendiri. Berbeda dari sektor lainnya,dimana dampak liberalisasi di sektor lainnya masih imbang dalam hal manfaat dan kerugian, sektor kesehatan dan pendidikan jelas akan menampakkan hasil yang kurang baik apabila liberalisasi di sektor pendidikan dan kesehatan dipaksakan. Hal ini dapat mempengaruhi pola pikir tenaga medis dan tenaga akademik, dari sudut pandang pengabdian profesi, menjadi sudut pandang money-oriented. Namun, karena liberalisasi sudah terlanjur berjalan, tidak ada gunanya untuk memperdebatkan lagi panjang-lebar. Tulisan disini akan lebih banyak membahas upaya meningkatkan daya saing tenaga medis (dalam hal ini dokter dan paramedis lainnya) untuk menghadapi persaingan bebas, dengan sesama tenaga medis lokal, maupun asing.
Hal yang cukup disayangkan melihat fakta bahwa ribuan warga negara Indonesia setiap tahunnya hijrah ke luar negeri, sekadar untuk mendapatkan fasilitas pengobatan yang memadai. Hal ini jelas akan menganggu neraca perdagangan bangsa Indonesia, menyebabkan terjadiya defisit anggaran karena semakin berkurangnya devisa negara dalam sektor kesehatan. Banyaknya pasien di Indonesia yang berobat ke luar negeri ini tentu berkaitan dengan lebih baiknya fasilitas yang ditawarkan di sana, sehingga pasien kita rela jauh-jauh ke luar negeri dengan menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Fasilitas yang ditawarkan oleh rumah sakit di luar negeri memang wah. Kita dapat mengetahui berbagai sarana-prasarana seperti rumah sakit/institusi kesehatan yang berada di gedung mewah, menyerupai hotel berbintang, lengkap dengan fasilitas mall, taman kota, business center, bank, stasiun, dan lain-lain. Alasan lainnya yang andil menyebabkan hijarhnya pasien kita untuk berobat ke luar negeri adalah kecanggihan alat-alat kedokteran yang mutakhir dengan penelitian yang telah berkembang mengenai keamanan alat-alat kedokteran mereka.

Untuk alasan-alasan di atas, tampaknya kita jelas kalah. Selain itu, tampaknya institusi kesehatan di Indonesia sulit untuk mencapai level yang sepadan dengan rumah sakit di negara lain, khususnya negara tetangga kita yang sangat maju, Singapura. Namun, fakta membuktikan bahwa rumah sakit di Indonesia masih dapat ditingkatkan standarnya sehingga setara dengan rumah sakit negara tetangga. Saat ini telah banyak berdiri rumah sakit di Indonesia yang dibangun pada gedung yang megah, di atas tanah luas, yang berlokasi strategis di pusat kota, atau setidaknya dekat dengan pusat perbelanjaan, hotel, stasiun/bandara, rumah makan, dll. Namun mengapa angka pasien yang berobat ke luar negeri bukannya turun, tetapi justru meningkat dari tahun ke tahun?

Salah satu alasannya adalah masih kurangnya sikap profesionalisme di kalangan tenaga medis di Indonesia. Meskipun tidak semua dokter seperti itu, ada beberapa yang masih belum memiliki profesionalisme yang memadai. Profesionalisme ini mencakup kemampuan dan kecakapan seorang dokter dan parmedis untuk menyelesaikan keluhan pasien hingga pasien sembuh total, kemampuan untuk menjalin komunikasi antara dokter/paramedis lain dengan pasien yang didasarkan pada rasa empati dan sopan-santun dengan tetap memperlihatkan keramahan tanpa memandang latar belakang pasien. Profesionalisme ini juga mencakup disiplin dan etos kerja yang tinggi, tekun dan sabar untuk mendampingi pasien dan keluarganya, serta mampu bekerja sesuai dengan standar operating procedure yang telah ditetapkan. Dalam hal ini kita akan membahas alasan dan cara penanggulangan masalah di dunia medis, agar timbul rasa percaya antara pasien terhadap dokter dan asisten/paramedisnya.

Salah satu faktor yang ikut andil dalam menyebabkan rendahnya profesionalisme di kalangan tenaga medis adalah adanya ketidaksinkronan di kalangan tenaga medis. Dlam aplikasinya banyak terjadi miskomunikasi antara dokter dengan asistennya dalam menangani kasus yang diderita oleh pasien. Contohnya, ada pasien yang ketika di depan kamar periksa sudah diukur tekanan darahnya oleh petugas registrasi, kemudian ketika masuk kamar periksa, diukur laghi tekanan darahnya oleh dokter, dan kemudian diperiksa lagi tekanan darahnya oleh perawat/paramedis.lainnya. Kejadian seperti ini sangat sering terjadi. Untuk itu, perlu ditanamkan pembelajaran mengenai ”Interprofessional Education”, yakni pembelajaran mengenai pentingnya kerjasama dan komunikasi diantara petugas medis yang tergabung dalam satu institusi pendidikan. Untuk itu, agenda ”Interprofessional Education” ini harus didahului dengan menyamakan persepsi diantara tenaga medis, kemudian diikuti oleh beberapa kali pertemuan yang intens di kalangan tenaga medis dalam memecahkan suatu masalah, dan juga simluasi latihan beberapa kali hingga timbul keberhasilan dalam penanganan pasien hingga pasien dapat sembuh total. Hal ini ibarat permainan sepak bola, dimana dokter diibaratkan sebagai kiper, perawat diibaratkan sebagai defender, dokter bedah sebagai pemain tengah, dan ahli fisioterapi atau rehabilitasi medis sebagai penyerang. Manifestasinya adalah dokter berusaha menjaga status dan kondisi kesehatan pasien hingga optimal, dengan memberikan berbagai macam obat-obatan. Perawat adalah pendamping pasien di rumah sakit/institusi kesehatan lain, yang bertugas memperhatikan setianp kebutuhn pasien. Kemudian, ketika status gizi pasien baik, dokter bedah memiliki peranan untuk melakukan operasi invasif dalam memperbaiki faal tubuh yang terganggu, dan setelah operasi selesai, ahli rehab akan berperan dalam proses rehabilitasi pasien sampai pasien tersebut sembuh total seperti sebelum menderita penyakit yang bersankutan. (Ricardo)

**********************************************************************************


SURABAYA, MAKIN LAMA MAKIN MACET
Oleh : Erfin Satriawan Setyo Nugroho - Fk 2010
29 Oktober 2011

Macet, adalah suatu kata yang terdengar sangat menjengkelkan bagi seejumlah kalangan. Entah itu pelajar sekolah, ibu rumah tangga, mahasiswa, hingga kalangan pegawai. Akan terasa sangat menjengkelkan jika kita terjebak dalam kemacetan yang sangat lama, jengkel, gerah, sampai perasaan arah yang tidak tertahankan. Jika kita mau melihat lebih dalam, penyebab dari kemacetan itu adalah diri kita sendiri. Kebanyakan mobil yang berlalu lalang di kota Surabaya ini hanya di isi satu atau dua orang saja. Belum lagi pera pengguna sepeda motor yang begitu banyak jumlahnya.

Tabel 1. Jumlah Kendaraan Bermotor Pribadi di Surabaya
NO
Jenis Kendaraan
Tahun
2004
2005
2006
2007
1
Motor
800.008
833.838
926.686
972.645
2
Mobil
204.313
135.592
228.195
232.888
TOTAL :
1.004.321
969.330
1.156.881
1.205.533
SUMBER : Dishub Pemkot Surabaya

Sudah sangat jelas terbayang dengan semakin berkembangnya suatu kota, semakin banyak pengguna mobil yang ada. Kira-kira dengan keadaan kota Surabaya yang terus berkembang ini. Dalam waktu 4 atau 5 tahun kedepan akan separah apa kemacetan yang akan terjadi.?
Untuk menanggulangi hal ini pemerintah telah berupaya untuk pengadaan angkutan kota. Yang pastinya akan meminimalisir volume kendaraan yang ada. Tapi faktanya jumlah dari angkutan umum ini sangat sedikit disbanding kendaraan pribadi yang ada. Bahkan jumlah ini setiap tahunya mengalami penyusutan. Selain jumlah dari angkutan yang semakin kecil, minat dari masyarakat untuk menggunakan angkutan umum juga semakin menurun.

Tabel 2. Jumlah Kendaraan angkutan di Surabaya
NO
Jenis Kendaraan
Tahun
2004
2005
2006
2007
1
Mobil Bus
1.060
1.353
1.074
804
2
MPU
11.931
59.684
12.010
9.822
TOTAL :
12.991
61.073
13.084
10.626
SUMBER : Dishub Pemkot Surabaya

Serupa dengan pengakuan seorang supir MPU beberapa waktu yang lalu, bahwa lama kelamaan kota Surabaya akan bernasib sama dengan kota Jakarta. Kemacetan akan terjadi dimana-mana. Dan mobil angkutan yang ada juga semakin menurun. Sang Sopir juga menuturkan bahwa untuk bisa mengemudikan angkutan kota ini, para sopir harus berlomba-lomba datang sepagi mungkin. Dikarenakan jumlah unit angkutan yang sedikit, tetapi jumlah sopirnya banyak.
Disisi lain, alasan kenapa peminat angutan umum semakin menurun yaitu :
1.      Kenyamanan : didukung dengan kondisi angkutan umum yang beroprasi sekarang sudah tua dan berkarat dan prilaku sopir yang kurang sopan dalam arti lain sangat tidak memuaskan (contoh : mengebut, menaikan penumpang berlebihan sampai berdesak-desakan).
2.      Waktu: dari menunggu angkutan yang relatif lama dan waktu yang habis akibat sopir terbiasa naik turunkan penumoang sembarangan.
3.      Tarif angkutan.
Memang benar bahwa ini merupakan tugas utama pemerintah untuk mengatasi hal ini : a.sudah sepantasnya untuk pemerintah melakukan peremajaan unit angkutan umum yang ada;  b.membuat system pebemberlakuan rute oprasi dari angkutan, sehingga waktu tempuh dan tunggunya tidak terlalu lama dan tarif jadi lebih murah; c.pemberlakuan peraturan bagi sopir angkutan untuk bertugas dengan baik; d.dan yang terpenting penambahan jumlah unit angkutan umum yang harus sesuai dengan jumlah penduduk di kota Surabaya.
Lagi pula kalau semakin banyak angkutan umum yang beroprasi juga akan menambah lapangan pekerjaan juga. Seperti peribahasa sambil menyelam minum air, sembari berupaya menertibkan keadaan lalulintas di kota Surabaya, pemerintah juga dapat memperkecil angka pengangguran di kota pahlawan ini.
Tetapi, tidak kalah penting juga. Sebagai warga Negara yang baik tidak ada salahnya untuk kita juga ikut berupaya menyelesaikan permasalahan ini. yaitu dengan cara menggunakan kendaraan pribadi dengan sebijaksana mungkin. Sekiranya hanya pergi ke kampus yang jaraknya tidak sampai 3 km tidak perlulah untuk menggunakan kendaraan pribadi. Atau mungkin boleh menggunakan mobil tetapi sambil member tumpangan ke teman-teman, hitung-hitung beramal juga.(Erfin)




******************************************************

REGULASI KETENAGAKERJAAN UNTUK TENAGA KERJA ASING
Oleh : One Anidyawati - FEB 2009
29 Oktober 2011

Akhir-akhir ini media massa sering memberitakan demo dan pemogokan para karyawan PT. Freeport yang menuntut kesetaraan gaji. Ini menunjukkan bahwa terdapat gap yang lebar antara gaji karyawan lokal dengan karyawan asing. Perbedaan tingkat upah bagi karyawan lokal dan asing memang begitu mencolok. Hal tersebut bukan hanya terjadi di Freeport, melainkan juga di perusahaan-perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia. Hal ini menunjukan lemahnya regulasi ketenagakerjaan yang ada. Pemerintah sebaiknya meninjau ulang regulasi ketenagakerjaan yang telah berlaku sebelumnya.
Di perusahaan-perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia, jabatan-jabatan stategis dipegang oleh orang asing, bahkan ada juga perusahaan lokal yang beberapa jabatan strategisnya dipegang oleh orang asing, padahal banyak tenaga lokal yang memiliki kemampuan setara tengan tenaga kerja asing, namun perusahaan tersebut lebih senang merekrut tenaga kerja asing. Hal tersebut tentu saja melanggar pasal 2 ayat 1 Keppres No. 75 tahun 1995 yang berbunyi: “Setiap Pengguna TKWNAP wajib mengutamakan penggunaan Tenaga Kerja Indonesia di semua bidang dan jenis pekerjaan yang tersedia.”.
Kemudian didukung dengan ayat 2 yang berbunyi :” Apabila bidang dan jenis pekerjaan yang tersedia belum atau tidak sepenuhnya diisi oleh Tenaga Kerja Indonesia, pengguna TKWNAP dapat menggunakan TKWNAP sampai batas waktu tertentu.” Dalam Keppres tersebut jelas disebutkan bahwa parusahaan wajib mengutamakan tenaga kerja Indonesia sendiri dibandingkan tenaga kerja asing, kecuali memang tidak ada tenaga kerja Indonesia yang mampu bekerja di bidang tersebut.
Sebagai contoh, cabang sebuah perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia, tepatnya di Gresik Jawa Timur.  Perusahaan tersebut memproduksi gas oksigen, nitrogen, dan argon. Sebagian besar jabatan strategis diisi oleh tenaga kerja asing, mulai dari General Manager hingga beberapa jabatan manajer lini dan staf. Memang ada beberapa manajer yang merupakan tenaga kerja Indonesia, seperti Finance Manager, SHEQ Manager, Operation Manager, Maintenance Manager, dan Purchasing Manager. Namun jika membandingkan gaji antara tenaga kerja asing dan tenaga kerja Indonesia, bisa dibilang perbedaannya bak bumi dan langit. Para manajer yang merupakan tenaga kerja Indonesia mendapat gaji maksimal 14 juta per bulan. Sedangkan manajer yang merupakan tenaga kerja asing mendapat gaji minimal jika di-kurs-kan mencapai 350 juta per bulan. Belum berhenti sampai disini. Masih ada satu hal yang benar-benar menggelitik. Di perusahaan tersebut ada seorang tenaga kerja asing yang menurut sebagian besar karyawan jabatannya tidak jelas, atau bisa disebut sebagai pengawas yang mendapat gaji yang jika di-kurs-kan ke rupiah mencapai 500 juta. Itu merupakan gaji bersih. Padahal tenaga kerja asing tersebut hanya sebulan di Indonesia dan sebulan kemudian pulang ke Australia, lalu sebulan tinggal di Indonesia, lalu kembali lagi ke Australia. Begitu seterusnya. Di Indonesia pun dia tinggal di salah satu hotel yang masuk kategori bintang lima di Surabaya. Tagihan hotel seluruhnya masuk ke rekening perusahaan.
Contoh di atas benar-benar menunjukkan bahwa begitu jelas perbedaan tenaga kerja Indonesia dengan tenaga kerja asing, bukan hanya dari segi gaji, tetapi juga daari aspek-aspek lainnya, seperti fasilitas. Para tenaga kerja asing biasanya mendapat fasilitas yang lebih dibanding dengan tenaga kerja Indonesia sendiri.
Sebenarnya banyak masalah yang ditimbulkan jika sebuah perusahaan terlalu banyak diisi oleh tenaga kerja asing, mulai dari misscommunication dan missunderstanding hingga kecemburuan para karyawan lokal terhadap tenaga kerja asing, sehingga banyak karyawan yang merasa tidak betah bekerja di perusahaan tersebut dan akhirnya memutuskan resign. Atau jika tidak, mereka bekerja ogah-ogahan sehingga tidak dapat menghasilkan produktivitas yang maksimal.
Akan tetapi, banyaknya tenaga kerja asing juga memiliki banyak dampak positif, diantaranya adalah para tenaga kerja asing tersebut dapat menularkan ilmunya kepada tenaga kerja Indonesia. Apalagi dalam Kemenakertrans No. 20 tahun 2004 disebutkan bahwa salah satu persyaratan tenaga kerja asing adalah bersedia membuat pernyataan untuk mengalihkan keahliannya kepada tenaga kerja Warga Negara Indonesia, khususnya pada tenaga kerja Indonesia yang mendampinginya dalam bekerja. Selain itu, dengan adanya tenaga kerja asing dapat memotivasi tenaga kerja Indonesia untuk terus berusaha melakukan yang terbaik dan berkompetisi secara sehat dengan para tenaga kerja asing.
Sejauh ini sudah banyak ketentuan-ketentuan ketenagakerjaan yang mengatur tentang tenaga kerja asing, mulai dari Keppres No. 75 tahun 1995, Kepmenakertrans No. 172 tahun 2000, Kepmenakertrans No. 228 tahun 2003, hingga Kepmenakertrans No. 20 tahun 2004. Akan tetapi dalam pelaksaannya, sepertinya belum maksimal. Pemerintah atau dalam hal ini Kemenakertrans selaku pihak yang berwenang mengurusi masalah-masalah ketenagakerjaan sebaiknya meninjau ulang beberapa regulasi ketenagakerjaan dan memperketat pengawasan terhadap pelaksanaan regulasi tersebut agar nantinya tidak ada lagi gap antara tenaga kerja asing dan tenaga kerja Indonesia sendiri. (One)








********************************************

"TERMINAL KAGET" DR. SOETOMO 
Oleh : Sri Cahyani Umi Salama - FEB 2011
29 Oktober 2011




Macet bukanlah hal yang asing lagi di kota Surabaya. Padatnya penduduk serta banyaknya jumlah kendaraan yang ada yakni sekitar 3.087 kendaraan bermotor. Tidak bisa dibayangkan dengan kota Surabaya yang kecil dan dipadati kendaraan bermotor yang begitu banyaknya.
Pasar kaget mungkin sudah tidak asing lagi ditelinga masyarakat Indonesia. Namun, bagaimana dengan ‘terminal kaget’? ya, terminal kaget adalah istilah untuk terminal yang tiba-tiba muncul dalam waktu-waktu tertentu saja. Salah satu ‘terminal kaget’ di Surabaya ada di depan pintu masuk utama rumah sakit dr. Soetomo. Tidak hanya fasilitas dan peralatan medis yang lengkap yang disuguhkan oleh rumah sakit milik pemerintah itu namun juga ‘terminal’ yang diperuntukkan pengunjung yang lebih memilih angkot sebagai kendaraan umum. Namun yang beda adalah ‘terminal’ itu tidak secara resmi diberikan oleh pihak rumah sakit sebagai salah satu fasilitas kepada pengunjung namun lebih kepembentukan terminal secara alamiah.
Mulai pagi menjelang siang hingga sore kondisi jalan sekitar rumah sakit dr. Soetomo terutama di Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo No. 6-8, Surabaya padat akan lalu-lintas. Ini dikarenakan padatnya kendaraan yang lalu-lalang serta banyaknya penyeberang yang bolak-balik dari rumah sakit menuju ‘pangkalan angkot’ yang tepat berada di depan pintu masuk utama rumah sakit serta angkot yang sering ‘mangkal’ seenaknya sendiri bahkan sampai memakan badan jalan ditambah lagi banyaknya arus kendaraan dari para mahasiswa serta pekerja yang sedang pergi atau pulang dari aktivitasnya. Angkot yang sering ‘mangkal’ sembarangan serta berhenti mendadak sering memicu kemacetan, tak jarang terjadi insiden kecil seperti para pengendara motor dan mobil harus mengerem mendadak sehingga bisa menyebabkan kecelakaan  bagi pengendara yang kurang bisa mengendalikan situasi. Kondisi ini diperparah dengan tidak adanya polisi lalu lintas yang mengatur ketertiban lalu lintas di dr. Soetomo dan sekitarnya maka orang akan dengan sembarangan menyeberang atau para sopir angkot menghentikan kendaraannya seenaknya. Sehingga kondisi ini lebih pantas disebut dengan ‘terminal kaget’. Selain itu seperti yang dikatakan oleh Kepala Dishub Surabaya Eddi, dalam sebuah situs koran online yang dimuat 27 Agustus 2011 bahwa persimpangan dr. Soetomo hingga Darmo memang menjadi titik rawan kemacetan.
Kondisi rumah sakit yang selalu ramai oleh pengunjung memang menjadi lahan subur bagi sopir angkot. Dengan melihat kebanyakan pasien berasal dari golongan menengah kebawah sehingga menjadikan angkot sebagai kendaraan umum yang pas. Namun yang perlu disayangkan pengunjung tersebut kurang bisa berlaku tertib saat menyeberang bahkan lampu merah yang disediakan tidak digunakan secara optimal sehingga menyebabkan kemacetan.
Banyak yang menyesalkan dan mengeluh akan ketidaktertiban dan kesemrawutan yang terjadi. Seperti yang telah disebutkan diatas, ketidaktertiban serta kesemerawutan ini membuat Surabaya yang padat dan macet menjadi semakn padat dan semakin macet.
Yang dibutuhkan saat ini adalah adanya polisi lalu lintas yang berani tegas kepada supir angkot agar tidak sembarangan menghentikan angkotnya. Selama ini keberadaan polisi lalu-lintas di daerah dr. Soetomo memang jarang terlihat jika ada pun saat pagi hari dimana kendaraan masih bisa dikontrol tanpa harus meniup peluit. Justru saat siang hari dimana kondisi rumah sakit yang ramai oleh pengunjung dan ditambah keberadaan angkot yang berhenti sembarangan untuk menunggu penumpang bahkan sampai memakan badan jalan yang membuat kemacetan keberadaan polisi lalu-lintas tidak ada. Keberadaan ‘terminal kaget’-pun tak terhindarkan.
Bahkan jika perlu polisi lalu lintas harus stand by di daerah-daerah rawan kemacetan agar arus lalu lintas menjadi lancar dan dapat mengurangi kemungkinan kemacetan di Surabaya, termasuk di daerah dr. Soetomo. Atau, dengan memberikan surat tilang tanpa adanya kompensasi bagi supir untuk bayar ditempat. Tidak ada kompensasi bagi supir angkot yang berhenti mendadak atau berhenti sembarangan sama halnya dengan peraturan yang diberlakukan untuk kendaraan lainnya. Memang jika diperhatikan angkot lebih sering melanggar peraturan lalu lintas, sering berhenti mendadak, membuat keonaran saat angkot tersebut ngebut, dan sering menerobos lampu merah.
Tindakan penertiban tidak hanya untuk angkot saja, tapi juga untuk penyeberang jalan menuju rumah sakit, sekali lagi keberadaan polisi lalu lintas diperlukan. Polisi lalu lintas perlu utnuk menyeberangkan atau minimal ikut membantu optimalisasi penggunaan lampu merah non otomatis. Polisi dapat membantu dengan menekankan tombol pengatur lampu merah atau jika perlu penyeberang diseberangkan langsung oleh polisi. (Umi)


**********************************************************************


INDONESIA SEBAGAI TUAN RUMAH SEA GAMES XXVI,

SIAP APA GA’ ?
Oleh : Afian N. – FST 2008
29 oktober 2011

Pelaksanaan SEA Games XXVI tinggal hitungan hari. Namun, persiapan Indonesia sebagai tuan rumah pada SEA Games yang dilaksanakan pada 11-22 November mendatang hingga kini masih belum tuntas. Beberapa fasilitas olahraga masih diperbaiki supaya layak dan sesuai dengan standar internasional. Perbaikan mulai dari tempat berlangsungnya pertandingan, tempat penonton, penginapan, dan lain lain sebagainya masih belum rampung 100%. Disamping perbaikan pada fasilitas olahraga, pembangunan venue baru untuk beberapa cabang olahraga yang sebelumnya belum ada juga belum selesai.
Provinsi Sumatra Selatan (Sumsel) terpilih sebagai tuan rumah SEA Games XXVI yang akan berlangsung November 2011 yang ditetapkan oleh Komite Olimpiade Indonesia (KOI). Dalam penyedian dan pembangunan fasilitas olahraga, pemerintah provinsi Sumsel tak hanya mendapat bantuan dari APBD dan APBN, tapi menggandeng pihak swasta (sponsor) untuk membantu dalam segi pendanaan. Untuk menyiapkan fasilitas olahraga bertaraf internasional digunakan dana APBD Sumsel dan APBN.
Southeast Asian Games (lebih dikenal dengan SEA Games) merupakan ajang olahraga dua tahunan yang melibatkan sebelas negara di Asia Tenggara sebagai peserta. Ajang olahraga ini dibawah regulasi Federasi Southeast Asian Games yang juga diawasi oleh International Olympic Committee (IOC) dan Olympic Council of Asia (OCA). Indonesia sudah tiga kali tercatat sebagai tuan rumah untuk ajang olahraga seAsia Tenggara ini, yaitu SEA Games ke-10 1979, ke-14 1987 dan ke-19 1997. Selama tiga kali penyelenggaraan, Indonesia selalu menjadi juara umum.
Untuk SEA Games ke-26, Indonesia kembali terpilih sebagai tuan rumah. Berbeda dengan tiga ajang sebelumnya yang pernah diadakan di Indonesia, SEA Games ke-26 ini akan diadakan di empat propinsi di Indonesia: DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Sumatra Selatan.
Berikut adalah cabang-cabang olahraga yang akan di setiap propinsi:
1.  Propinsi DKI Jakarta, dengan cabang olahraga: Cycling (Track), Basketball, Futsal, Pencak Silat, Tennis, Table Tenis, Badminton, Fencing, Judo, Sailing, Kempo, Football (satu Pool)
2.  Propinsi Jawa Barat, dengan cabang olahraga : Aquatic (Swimming, Diving), Taekwondo, Canoeing, Rowing, Traditional Boat Race, Dancesport, Chess, Volleyball (Indoor , Beach), Karate, Baseball, Softball, Bowling, Equestrian, Cycling (Road Race, Mountain Bike).
3.  Propinsi Sumatera Selatan, dengan cabang olahraga: Football (satu pool), Wrestling, Gymnastic, Wushu, Powerlifting, Weight lifting, Aquatic (Synchronizes Swimming, Water Polo), Athletic, Wall Climbing.
4.    Propinsi Jawa Tengah, dengan cabang olahraga: Archery, Boxing, Billiards atau Snooker, Sepak Takraw, Shooting, Roller Skating dan cabang-cabang olahraga Para SEA Games.

Kesiapan SEA Games akan menunjukkan citra bangsa Indonesia. Jika kesiapan Indonesia sebagai tuan rumah sudah matang maka citra yang terbentuk akan positif. Indonesia akan dikenal sebagi bangsa yang cakap dan sungguh-sungguh. Disamping itu juga, berbagai budaya dan objek wisata akan ikut terangkat popularitasnya. Namun, jika sudah pada tanggal yang ditentukan atau pada hari H pelaksanaan Indonesia belum siap sebagai tuan rumah, maka citra yang terbentuk akan sangat negatif atau dengan kata lain memalukan.
Kesiapan SEA Games  bukan hanya tanggungjawab pemerintah Sumatra Selatan saja, namun pemerintah pusat dan seluruh lapisan masyarakat bangsa Indonesia menentukan kesuksesan perhelatan akbar tersebut. (Afian)

***********************************************************************

INDONESIA KIBLAT PERIKANAN DUNIA

Oleh : MUHAMMAD RAHMAD ROYAN – FPK 2010
29 oktober 2011

            Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dan merupakan negara yang memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Lebih dari 17.500 pulau tersebar dan tersusun apik dari Sabang sampai Merauke. Dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 km serta luas laut lebih dari 5,6 juta km2, di mata dunia, Indonesia lebih dikenal dengan sebutan negara kepulauan dan negara maritim. Selain itu, potensi sumberdaya alam Indonesia baik di daratan maupun di lautan tergolong sangat besar. Akan tetapi orientasi pemerintah pada masa orde baru yang berfokus pada sumberdaya daratan, mengakibatkan sumberdaya di darat terkuras. Oleh karena itu, eksplorasi sumberdaya laut merupakan langkah yang tepat dalam memajukan perekonomian Indonesia di masa depan.
             Potensi sumberdaya laut Indonesia tergolong sangat besar. Sumberdaya tersebut terbagi atas dua kategori, yaitu sumberdaya yang dapat diperbaharui dan sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui. Sumberdaya yang dapat diperbaharui terdiri atas sumberdaya perikanan tangkap, budidaya laut, dan bioteknologi kelautan. Sementara itu, sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui terdiri atas sumberdaya minyak, gas bumi, dan berbagai jenis mineral. Selain dua jenis sumberdaya tersebut, juga terdapat berbagai macam jasa lingkungan lautan yang dapat dikembangkan untuk pembangunan kelautan dan perikanan seperti pariwisata bahari, industri maritim, jasa angkutan, dan sebagainya.          
            Komitmen pemerintah terhadap kemajuan sektor kelautan dan perikanan Republik Indonesia terbukti sejak dibentuknya Departemen Eksplorasi Laut (DEL) pada tahun 1999. Perbaikan demi perbaikan kebijakan pun dilakukan sehingga pada akhirnya departemen yang khusus melingkupi bidang kelautan dan perikanan dikenal dengan istilah Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). Pergiliran kekuasaan di kancah pemerintahan bidang kelautan dan perikanan dari tahun ke tahun pun menunjukkan hasil yang baik. Mulai dari PDB sektor perikanan, nilai tukar nelayan dan pembudidaya ikan, produksi perikanan, penyerapan tenaga kerja, penyediaan ikan untuk konsumsi dalam negeri, ekspor hasil perikanan, investasi bidan kelautan dan perikanan, pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan, penamaan pulau, pengelolaan benda berharga asal muatan kapal yang tenggelam, pengembangan konservasi kawasan perairan, hingga pengembangan kualitas SDM kelautan dan perikanan, sudah menunjukkan peningkatan yang cukup memuaskan dari tahun-tahun sebelumnya.
            Namun demikian, banyak pertanyaan publik yang timbul terkait sektor kelautan dan perikanan yang semakin memprihatinkan, seperti kemiskinan nelayan, kerusakan ekosistem, dan sikap pemerintah yang tidak tegas terhadap pelanggaran batas wilayah serta penangkapan nelayan oleh pemerintah luar negeri. Sungguh merupakan sebuah ironi tersendiri antara pencapaian yang telah dilakukan pemerintah terhadap opini masyarakat mengenai kondisi kelautan dan perikanan Republik Indonesia. Di satu sisi, pemerintah menunjukkan fakta dan data terkait pencapaian dan keberhasilan yang telah mereka lakukan, sementara di satu sisi yang lain, masyarakat justru melakukan provokasi dengan lingkungan sekitaranya –khususnya generasi muda– untuk  memprotes kinerja pemerintah yang dianggap tidak mampu memajukan sektor kelautan dan perikanan Indonesia. Provokasi ini dapat berdampak positif maupun negatif, tergantung bagaimana seseorang menanggapi provokasi tersebut. Dampak positifnya tentu akan menjadi cambuk bagi generas muda untuk membangun sektor kelautan dan perikanan negara. Sementara dampak negatifnya dapat berupa kebencian terhadap pemerintah maupun memberikan protes terhadap kinerja pemerintah secara tidak baik yang akhirnya berujung pada demonstrasi, bentrokan, dan sebagainya.
            Akan tetapi,  yang menjadi pertanyaan sekarang adalah “apa yang membuat semua itu bisa terjadi?” Padahal pada kenyataannya, keberhasilan kinerja pemerintah dalam sektor kelautan dan perikanan merupakan sebuah fakta. Bahkan, pencapaian serta keberhasilan pemerintah dalam hal tersebut lebih baik dibandingkan dengan sektor pertanian. Jawabannya tidak lain adalah karena pengaruh media massa. Media massa terlalu menggembar-gemborkan kelemahan kinerja pemerintah. Sehingga timbul opini publik yang terkesan buruk terhadap kinerja pemerintah. Media massa yang dapat mempublikasikan hal-hal yang seharusnya benar menjadi salah, dan yang seharusnya salah menjadi benar, secara langsung mempengaruhi pola pikir publik, sehingga timbullah dampak negatif sebagaimana yang telah diutarakan sebelumnya. Bila di terjemahkan dalam kalimat kiasan, maka berarti “debu di ujung pandang terlihat jelas oleh mata, sementara gajah di pelupuk mata tidak terlihat sama sekali”.
            Pencapaian pemerintah yang seolah tidak dianggap itu seyogyanya menjadi cambuk pula bagi pemerintah agar kedepannya berupaya lebih baik dalam meningkatkan sektor kelautan dan perikanan Indonesia. Walaupun demikian pihak pemerintah telah berupaya keras dalam meningkatkan sektor kelautan dan perikanan Republik ini. Semoga kedepannya pihak-pihak yang berkecimpung dalam sektor media massa memahami jerih payah yang dilakukan pemerintah selama ini.
            Indonesia sebagai negara maritim memiliki kekeyaan laut yang sangat luar biasa. Bayangkan saja, jika potensi kelautan Indonesia dimanfaatkan secara optimal, dalam setahun Indonesia mampu menghasilkan produk ikan laut sebanyak 6,2 juta ton. Dalam masa pemerintahan 1999 – 2004, Indonesia dapat menghasilkan produk ikan laut sebanyak 3,6 juta ton per tahun. Sementara itu, pada periode pemerintahan 2004-2009, produksi ikan laut Indonesia meningkat menjadi 4,7 juta ton per tahun. Sementara, pada periode pemerintahan 2009 – sekarang, produksi ikan laut Indonesia  mencapai 5,2 juta ton per tahun. Dari data tersebut, kita dapat melihat trend peningkatan produksi ikan laut di Indonesia dari tahun ke tahun. Nilai produksi tersebut hanya terbatas pada perikanan laut tangkap saja, belum termasuk perikanan budidaya baik laut maupun darat. Bisa dibayangkan betapa besarnya produksi hasil perikanan Indonesia jika dikalkulasikan secara keseluruhan dan dikelola secara optimal. Belum lagi, program unggulan minapolitan yang ditawarkan oleh pemerintah yang dapat mendongkrak produksi ikan air tawar secara besar-besaran.
            Sumberdaya kelautan dan perikanan di Indonesia dapat diibaratkan sebagai sebuah pedang tajam yang terhunus, pedang tersebut hanya tinggal menunggu tangan seorang pahlawan perkasa untuk menggunakannya secara arif dan bijaksana. Potensi sumberdaya kelautan dan perikanan Indonesia yang demikian besar tidak akan ada apa-apanya jika tidak dikelola oleh sumberdaya manusia yang handal di sektor perikanan. Oleh karena itu, pemerintah juga telah berupaya dalam membina generasi-generasi penerus bangsa yang akan melanjutkan tongkat estafet perjuangan dalam memajukan sektor kelautan dan perikanan Indonesia. Sama halnya dengan produksi ikan laut yang terus meningkat dari tahun ke tahun, produksi sumberdaya manusia dalam bidang kelautan dan perikanan dari tahun ke tahun juga mengalami trend peningkatan.
            Akan tetapi, walaupun sumberdaya manusia tersebut mengalami trend peningkatan tiap tahunnya, segi kuantitas saja tidak seutuhnya menentukan kemajuan sektor kelautan dan perikanan di Indonesia. Salah satu hal yang paling menentukan dalam dukungan terhadap kemajuan sektor kelautan dan perikanan Indonesia adalah kualitas sumberdaya manusia itu sendiri. Sumberdaya manusia tersebut harus terkualifikasi dan ditempah dengan baik sehingga menjadi sumberdaya manusia handal. Kualitas sumberdaya manusia tersebut dapat diperoleh dengan pendidikan yang memadai yang berorientasi pada proses dan berasaskan metode praktis, bukan teoritis. Sumberdaya manusia handal di bidang kelautan dan perikanan akan tercipta jika dalam proses pendidikannya lebih menitikberatkan kepada hal-hal yang praktis, karena sebagian besar lingkup kelautan dan perikanan mencakup hal-hal yang berhubungan dengan lapangan.
            Kemajuan sektor kelautan dan perikanan di masa depan akan terwujud jika terjalin sinergisitas antara potensi sumberdaya alam yang memadai dan sumberdaya manusia yang handal dan berkualitas. Tidak hanya itu, teknologi pengelolaan produk perikanan juga harus dikuasai oleh sumberdaya manusia yang berkecimpung di dalamnya. Dengan begini dapat diperkirakan 100 tahun ke depan, Indonesia akan menjadi kiblat perikanan dunia. (Royan)

**********************************************************************************